KEDEWASAAN BERAGAMA
Oleh: Nengsih komalasari, Mahasiswi
Aqidah Filsafat
Kehidupan
beragama bagi manusia membawa dampak yang signifikan. Baik dampak positif,
maupun dampak negatif. Sangat banyak sekali dampak positif dari kehidupan
beragama, diantaranya: dengan hidup beragama, manusia bisa berjalan diatas
jalan yag lurus, meskipun agama di dunia ini banyak, tetapi masing-masing agama
itu mempunyai jalan tersendiri untuk menyelamatkan umatnya. Dengan hidup
beragama, manusia bisa saling mengasihi, saling menyayangi, saling membantu,
saling menghargai satu sama lain.
Tetapi
disamping itu, tidak kalah banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari
kehidupan beragama. Manusia bisa perang, saling membunuh, saling menghancurkan
tempat-tempat tertentu, atas nama agama. Mereka mengklaim kelompoknya benar, di
luar kelompoknya tidak benar. Itu terjadi sejak dulu...hingga sekarang. Hal itu
bisa terjadi akibat perbedaan pendapat, perbedaan paham, perbedaan madzhab. Dan
yang paling penting mereka tidak mengetahui bagaimana bertoleransi antar sesama
manusia. Ajaran tentang toleransi hanya didalam dunia teori saja, sementara
tidak teraplikasi di dalam kehidupan, maka ketika menemukan suatu keragaman
budaya dan agama, mereka cenderung akan menyalahkan.
Tetapi
di Indonesia, banyak juga fakta yang mengatakan bahwa Indonesia merupakan
negara dengan kultur yang bervariatif, tetapi tetap menjaga kerukunan. Faktanya
terlihat di beberapa tempat tertentu, misalnya Bali. Di Bali ada beberapa
tempat ibadah macam-macam agama yang dibangun secara berdekatan. Disana tetap
rukun, saling menghargai, dan tidak mengganggu satu sama lain. Kenapa hal itu
bisa terjadi? Hipotesis saya pertama, adalah karena Bali adalah tempat wisata
yang dikunjungi banyak orang, bisa dikatakan orang dari seluruh penjuru dunia,
berkunjung ke tempat itu. Secara sadar, kita mengetahui bahwa, pengunjung
berlatar belakang berbeda, sangat variatif. Dari mulai agama yang berbeda-beda,
budaya yang berbeda-beda, bahasa, warna kulit, dan kebutuhan spiritual yang
berbeda pula. Mereka otomatis membutuhkan tempat ibadah. Sehingga di bangunlah
tempat-tempat ibadah yang berlainan agama, baik itu masjid, gereja, tempat
ibadah hindu, budha dan sebagainya. Dengan tanpa panjang lebar dan basa basi
mereka langsung saja beribadah di tempat yang sudah di sediakan. Hipotesis kedua, pengunjung bukanlah penduduk
asli, sehingga mereka tidak berhak untuk melakukan pelanggaran, keributan dan
semacamnya di daerah orang lain. Karena itu mereka aman-aman saja walaupun
berbeda agama.
Tetapi
di luar sana, di tempat-tempat lain. Seperti jawa yang mayoritas islam kejawen,
Batak yang mayoritas protestan, Dayak yang mayoritas Hindu, Sunda yang
mayoritas islam dan Papua yang mayoritas katolik. Mereka hidup di dunia
homogen, terbiasa dengan kehidupan yang sama, ketika mereka keluar, bertemu
dengan kelompok yang berlainan agama, mereka akan cenderung lebih agresif.
Maka
untuk menghindari keagresifan itu, di butuhkan yang pertama: pengetahuan,
sebagian oran menyebutnya akal budi, dengan pengetahuan kita diajarkan,
toleransi, diajarkan, bagaimana variasinya keberagamaan di dunia, bagaimana
menghargai sesama manusia, memaklumi manusia yang bukan dari kelompo kita dll.
Karena kita akan merasa aneh ketika bertemu dengan orang yang berbeda
kebudayaan dengan kita.
Lebih
dari itu, untuk menjungjung tinggi kemanusiaan di dunia, kita harus terjun langsung
ke daerah yang heterogen, kita harus mengenali mereka yang berlainan kultur dan
agama dengan kita, Di sana kita akan
merasakan bagaimana bertorelansi seesama manusia.. Sehingga pengetahuan bukan
hanya di dunia teori saja, tetapi teraplikasi di dalam kehidupan, itu semua
akan lebih berarti bagi hidup manusia. Dan dengan mengenali kultur yang
berbeda-beda, kita sebagai warga negara Indonesia akan mengetahui, betapa tujuan
kita sama, yakni sama-sama memajukan Indonesia dan berjuang untuk Indonesia. WALLOHU A'LAM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar